Kamis, 30 Agustus 2012

AbdurRahman Wahid (Part II)


Berikut ini sebagian dari sekian banyak rentetan kontroversi yang dilakukan Gus Dur, diantaranya:
1. Asas Partai.
KH. Mas Subadar Pasuruan, mengatakan, bahwa sesungguhnya para kyai selama ini tidak pernah sreg dengan asas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang terbuka. Para kyai menginginkan asas partai berupa Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah, tetapi dari pada terus menerus ribut, para kyai terpaksa mengikuti kemauan orang/kelompok yang menghendaki asas terbuka tersebut. Para kyai mengalah dengan dalih apalah artinya sebuah wadah, yang penting isinya mengikuti Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah.
Namun kenyataannya, tidak seperti yang diprediksi banyak kyai, Gus Dur membuat konsep kepengurusan PKB dengan 50% NU, 25% non-NU dan 25% non-Muslim. Sebagaimana disampaikan pada acara haul KH. Hasyim Lathif Sidoarjo.
Perbedaan para kyai dan Gus Dur soal formasi kepengurusan non-Muslim di DPP PKB semakin terlihat jelas usai Muktamar II PKB di Semarang. Para kyai mempergoki sejumlah nama non-Muslim di jajaran dewan Syuro dan Tanfidz yaitu, Ratu Krishna Bagoes Oka (Dewan Syuro) Hermawi Fransiskus Taslim SH. Dr. Maria Pakpahan MA. Msc. Anak Agung Ngurah Agung SE. Drs. Alexius Gregorius Plate (Dewan Tanfidz). Ini yang membuat para kyai shock. Puncaknya pada pemilu 2004, Gus Dur menempatkan tokoh Katholik, A.B. Susanto sebagai caleg urut nomor satu dari PKB untuk daerah pemilihan Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur dan kepulauan Seribu, beserta ketua DPW PKB Sulawesi Utara, Ferry Tinggogoy.
2. Rehabilitasi PKI.
Gus Dur pada saat menjadi presiden bersemangat menghapus ketetapan MPRS no. XXV tahun 1966 tentang komunisme. Juga Permintaan maaf yang disampaikan Gus Dur kepada keluarga anggota PKI yang menjadi korban peristiwa G/30 S PKI yang sungguh melukai hati umat Islam, karena tidak sedikit umat Islam menjadi korban kekejaman PKI.
Sehari setelah pernyataan itu bergulir, Ketua MPR Amin Rais, memberi tanggapan, “Dengan alasan apapun, bila ketetapan itu dicabut, akan sangat membahayakan”. Pendapat serupa juga datang dari ketua DPR Akbar Tanjung, “Boleh saja presiden mengeluarkan statement, tapi instansi terakhir yang memutuskan adalah MPR,” ujar Akbar. Tanggapan juga datang dari Hartono Mardjono, Ketua umum Partai Bulan Bintang; “Mencabut ketetapan itu bukan urusan presiden, melainkan MPR”. Gus Dur menurut Hartono, sebaiknya segera mengurusi pemulihan ekonomi, supaya sektor riil bisa jalan.
Hartono juga meminta Gus Dur mencermati isi ketetapan yang berisi empat butir substansi itu. Pertama, pembubaran PKI. Kedua, pelarangan PKI di Indonesia. Ketiga, pelarangan ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Dan keempat, larangan menyebarluaskan ajaran tersebut.
Keempat substansi itu, kata Hartono, sudah diadopsi dalam undang-undang nomor 29/1999, yang menambahi ketentuan dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) khususnya pasal 107, yang isinya, bila pelarangan itu ditabrak, artinya makar, maka ancaman hukumannya antara 12 dan 20 tahun, ujar Hartono.
3. RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi.
Kelakuan Gus Dur semakin menjadi-jadi. Di saat umat Islam mengharapkan adanya UU APP, sebaliknya Gus Dur bersama istrinya, Shinta Nuriyah berjuang mati-matian untuk menolaknya. Bahkan keduanya tak segan-segan turun jalan untuk berdemo.
Menanggapi pro-kontra RUU APP yang saat itu sedang digodok di gedung DPR RI, Gus Dur menghimbau para anggota DPR untuk menolaknya. Menurutnya, para anggota dewan yang menyetujui RUU APP itu hanya karena takut pada Islam garis keras. ”Itu kan politisasi agama. Mereka takut pada Islam garis keras, yang memandang agama secara formal,” katanya saat memberikan sambutan pada hari ulang tahun ke-58 istri tercintanya, Sintha Nuriyyah. ”Kalau anggota DPR nggak berani mengubah RUU APP masyarakat yang akan mengubahnya, dan saya akan berjuang untuk mengubah," tegasnya.
Menurut Gus Dur, sesuatu dianggap pornografi itu jika tidak mempunyai nilai sosial sama sekali. Karena, apapun yang dianggap memiliki nilai sosial tidak usah dipermasalahkan. Mantan ketua PBNU itu lalu mencontohkannya dengan tradisi masyarakat Bali dan Papua, yang tidak berpakaian sebagai ekspresi kultural yang tidak perlu diatur oleh UU. ”Nggak perlu ada UU pornografi. Masak peraturan menentukan moralitas masyarakat itu kan lucu. Itu kayak paling suci saja,” imbuhnya.
Seakan tak ingin ketinggalan oleh sang suami, dalam sambutan di hari ultahnya istri tokoh yang penuh kontroversial ini juga menyoroti dengan tajam RUU APP. Menurutnya, RUU itu berangkat dari cara pandang yang sesat dan prasangka bahwa perilaku moral kaum perempuan menjadi penyebab kerusakan moral di negeri ini. Padahal, kebobrokan moral itu juga banyak disebabkan para pemimpin yang tidak bertanggung jawab mensejahterakan warganya. “Karenanya, negara dan para pengambil keputusan supaya membatalkan RUU APP,” tuntut mantan ibu negara itu.
4. Kitab Al-Quran Paling Porno sedunia.
Gus Dur memang keterlaluan, dia bukan hanya buta matanya tapi juga buta mata hatinya.
5. Aliran Ahmadiyah.
Ketika berlangsung acara perayaan ulang tahun Gus Dur ke-65 (Kamis 4 Agustus 2005), hadir beberapa tokoh pluralis mengecam fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) itu. Perayaan ulang tahun itu diberi tema “Merayakan Pluralisme”.
Beberapa tokoh agama dan aktifis bergantian menyatakan kesan dukungan terhadap Gus Dur, termasuk menyampaikan protesnya, ketidaksetujuan terhadap larangan ajaran Ahmadiyyah. Gus Dur sendiri mengatakan, "Segel terhadap Masjid Ahmadiyyah Bogor harus dicabut besok." Amir jemaat Ahmadiyyah Abdul Basith yang hadir di tempat itu angkat bicara. Mendesak polisi agar segera menangkap pelaku pengrusakan masjid Ahmadiyyah.
6. Karikatur Nabi.
Umat Islam sedunia gempar dengan terbitnya kartun yang mencerca Nabi Muhammad SAW di sebuah majalah Denmark. Kartun itu dibuat begitu hina, melecehkan sosok baginda Rasul. Tidak keliru kalau umat Islam pun tersinggung. Demo pun marak di mana-mana. Hampir di seluruh negara, kaum muslimin bergerak. Mereka memprotes tindakan majalah Denmark tersebut.
Pada tanggal 22 Februari 2006, Gus Dur di wawancarai radio Nederland. Menurut pengakuannya Gus Dur sendiri juga tidak setuju dengan pemuatan kartun itu. Tetapi pernyataannya terhadap kelompok yang melakukan demonstrasi (aksi turun jalan) sungguh bertolak belakang. Misalnya, ketika ditanya wartawan radio tersebut soal jutaan umat Islam yang tersinggung, Gus Dur menjawab, “Ah! Itu sih omong kosong, itu bikin-bikinan aja. Dari 900 juta kaum muslimin di seluruh dunia, nggak ada tiga juta yang tersinggung kok. Yang lain nggak,” kata Gus Dur waktu itu.
Begitu juga ketika ditanya soal Arswendo, dengan hasil angket pendapat yang menempatkan Nabi Muhammad SAW pada peringkat ke-9. Ketika itu Gus Dur berkomentar tidak perlu dibela. “Endak perlu dibela. Sekarang juga begitu, menurut saya nggak perlu dibela,” kata Gus Dur.
7. Mati-matian bela Inul.
Kepopuleran penyanyi dangdut asal Pasuruan Inul Daratista berbuah kecaman dari banyak kyai, sebab dalam aksi panggungnya Inul selalu membawakan goyangan-goyangan erotis ‘goyang ngebor’ yang di kategorikan Porno-Aksi. Bagai virus, goyang Inul merasuk ke masyarakat luas sebagai syndrome dengan membawa dampak yang memprihatinkan. Berbagai protes kyai baik dari Pasuruan sendiri maupun Jawa Timur cukup direspon aparat kepolisian dengan mencekal aksi panggung Inul.
Anehnya, tidak sedikit pula kelompok masyarakat yang mendukung Inul, antara lain dari kelompok anti RUU APP yang menjadikan Inul sebagai ikon penolakan RUU APP. Dan dengan alasan tersendiri Gus Dur termasuk sosok yang melakukan pembelaan terhadap Inul. Gus Dur juga menyesalkan aksi Forum Betawi Rempug (FBR) yang mengancam akan mengusir Inul Daratista dari Jakarta karena menolak Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi-Pornoaksi (RUU APP).
Bahkan sebelumnya, Gus Dur mendorong Inul Daratista untuk terus berkarir sesuai dengan ekspresi dan ciri khasnya bergoyang ‘ngebor’. ”Setahu saya kebebasan berekspresi dan berkesenian tidak bertentangan dengan undang-undang,” kata Gus Dur sebagaimana dikutip Gatra, Selasa, 29 April 2003.
Dalam pertemuan itu, jawaban Gus Dur atas pertanyaan Inul perihal kasus “pemboikotan” atas dirinya oleh H. Roma Irama dan Hj. Camelia Malik. ”H. Roma Irama tidak berhak untuk memasung atau mengekang ekspresi berkesenian seseorang dalam hal ini Inul, karena itu bertentangan dengan hak asasi manusia, mengingat kebebasan berekspre-si dan berkesenian tidak melanggar undang-undang,” kata Gus Dur dengan tegas.
Ia menekankan, yang berhak menentukan sesuatu atau seorang bersalah atau melanggar UU adalah Mahkamah Agung (MA), bukan orang per orang termasuk H. Rhoma Irama. ”Untuk itu, Inul harus dibela mati-matian,” ujar ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, seraya menambahkan dengan meminta Inul untuk tidak ambil pusing dan terus bergoyang seperti yang selama ini diperagakan.
Tentu saja sikap Gus Dur dalam membela Inul seperti ini menimbulkan keprihatinan mendalam bagi para kyai.[ ]
8. Aryantigate.
Kasus perselingkuhan yang menghebohkan antara Gus Dur yang saat itu menjabat sebagai ketua PBNU dengan seorang janda bernama Aryanti Boru Sitepu, bahkan sampai beredar foto Gus Dur memangku mesra Aryanti.
Aryanti menuturkan, dalam kesaksiannya, yang tertanggal 29 Juli 2000. Dia kenal Gus Dur ketika menunaikan ibadah Haji di Makkah. Saat itu dia dikenalkan oleh teman Gus Dur bernama H. Sulaiman. Sepulang ke tanah air, hubungan mereka semakin mesra. Aryanti menuturkan hubungan intim pertama kali yang ia lakukan dengan Gus Dur ketika berkunjung ke Bali. Mereka menyewa sebuah vila, yang pada saat itu mereka berempat. Yakni Aryanti, putrinya, Gus Dur dan H. Sulaiman. Sejak itu Aryanti sering bersama Gus Dur di sebuah kamar Hotel Harco Jln. Raden Sholeh No. 12 Jakarta Pusat.
Kini, gosip itu tersebar luas sampai ke luar negeri. Radio Nederland misalnya, menyiarkan isu tersebut. Demikian pula beberapa media negeri tetangga. Lama-kelamaan hubungan keduanya retak, karena Aryanti tidak tahan dengan ulah Gus Dur yang tidak pernah menepati janjinya akan menikahi Aryanti. Juga disebabkan banyaknya wanita di sekeliling Gus Dur.
Menurut pengakuan Aryanti sendiri, pada saat dia akan menemui Gus Dur di kantor PBNU, jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, ia memergoki Gus Dur sedang bersama dengan seorang perempuan yang bernama Putri, istri seorang pilot. Mulai saat itulah hubungan mereka mulai renggang.
Mengenai kasus tersebut, PWNU Jawa Timur melalui Ketua Tanfidziyahnya. Drs. Ali Maschan Moesa Msi. pada tanggal 22 Agustus 2000 menginstruksikan ke seluruh cabang NU se-Jatim, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. "Sehubungan dengan kemungkinan adanya berita yang menayangkan gambar Gus Dur dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya, maka kami telah menginstruksikan keseluruh cabang NU dan jajarannya, khususnya generasi muda, untuk menyikapi lebih dengan sikap yang jernih dan proporsional, dan tidak menanggapi dengan sikap-sikap yang destruktif dan kontra produktif lainnya", katanya.
9. Ruwatan Gur-Dur.
Pembelaan kepada Gus Dur Dalam kasus beredarnya kaset VCD kegiatan ruwatan Gus Dur di Parangtritis Yogyakarta, pada tanggal 28-29 Juni 1999, juga datang lagi dari KH. Ali Maschan Moesa Ketua Tanfidhiyyah Jawa Timur. Dia menanggapi-nya dengan prasangkanya bahwa Gus Dur tak benar-benar ikut dalam acara ruwatan itu. "Yang saya lihat di VCD-nya, Gus Dur hanya diam saja, Gus Dur tidak ikut-ikut. Dia hanya kaosan (pakai kaos) saja. Jadi, ya itu bukan ritual, Gus Dur hanya biasa-biasa saja", kata Ali Maschan.
Ali Maschan menambahkan, acara itu bukan ritual, dengan argumen bahwa presiden hanya mengenakan kaos, "Yang begini-begini (memperagakan orang sedang menyembah) kan Romo Tunggal, yang dulu berniat meruwat presiden di Solo. Gus Dur hanya pakai kaos. Dalam konteks Islam, yang tidak boleh kan peribadatannya," jelasnya.
Tapi, apakah ruwatan itu diadakan untuk mendukung Gus Dur? Menurut keyakinan orang Jawa, Nyai Roro Kidul atau Ratu Kidul mendukung Gus Dur menjadi pemimpin. Kata Ali, "Gus Dur diminta untuk melakukan ruwatan itu, nampaknya oke-oke saja."
10. Buloggate.
Kasus yang menggelapkan uang negara sebesar 35 miliyar pada masa Kabulog dijabat oleh Jusuf Kalla itu melibatkan seorang Tionghoa muslim, Suwondo, tukang pijat sekaligus penasehat spiritual Gus Dur.
11. Bruneigate.
Uang bantuan dari Sultan Hassanal Bolkiah sebesar USD 2 Juta, diakui Gus Dur masuk ke kantong bendahara pribadinya, H. Masnuh, seorang pengusaha kayu dari Surabaya yang kini tinggal di Jalan Irian, Jakarta Pusat. Gus Dur juga menjelaskan, cairnya dana tersebut yang semula untuk bantuan kemanusiaan masyarakat Aceh atas bantuan Aryo Wowor, orang terdekat Sultan Hassanal Bolkiah.
12. Memihak Paus.
Umat Islam di seluruh dunia mengecam keras pidato Paus Benedictus XVI yang disampaikan saat lawatan ke sebuah kampus di Jerman. Paus mengutip pernyataan seorang kaisar Kristen Ortodoks abad XIV, Manuel II Palaelogus, yang menyebutkan bahwa Islam menyebarkan agama dengan pedang. Umat Islam merasa tersakiti dengan pernyataaan itu dan memprotes dengan berunjuk rasa di hampir seluruh belahan dunia.
Gelombang protes juga diajukan beberapa pemimpin dan pemuka agama Islam di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim. Pemimpin negara Pakistan, misalnya, langsung berniat mencabut Dubesnya di Vatikan. Begitu pula, penyesalan diungkapkan presiden RI Susilo Bambang Yudoyono di Havana. Bahkan pemuka agama Kristenpun menyatakan penyesalannya. Yahudipun tidak tinggal diam, mereka malah protes membalikkan kenyataan bahwa semua kekerasan dilakukan oleh Kristen, Holocaust dan penjajahan pasca PD I. Hampir semua kalangan menyesalkan.
Paus pun, akhirnya menyatakan penyesalan dengan mengatakan bahwa itu bukan pendapat dirinya melainkan mengutip ucapan seorang kaisar Kristen Ortodoks abad ke-14 yang mengkritik beberapa ajaran Nabi Muhammad.
Namun Gus Dur berpendapat lain. Menurut Gus Dur, pidato Paus Benedictus XVI itu tidak ada yang menyudutkan Islam. Pidato paus dianggap-nya normal-normal saja. “Ah nggak (menyudutkan umat Islam). Paling yang bilang gitu FPI atau FBR. Saya membacanya normal-normal saja,” cetus Gus Dur, panggilan akrab presiden ke-5 RI itu usai membuka diskusi panel di Hotel Atlet Centuri Park, Senayan, Jakarta, Senin, 18 September 2006.
Karena itu, Gus Dur mempertanyakan kenapa Paus harus dianggap bersalah, sehingga harus minta maaf. Permintaan maaf yang disampaikan Paus, imbuh dia, lebih karena pernyataannya telah menimbulkan keributan. “Paus itu minta maaf karena menimbulkan ribut, bukan substansinya kan,” tandas Gus Dur. Lagi-lagi pendapat Gus Dur mengundang polemik. Dan lagi-lagi pendapat Gus Dur tidak sejalan dengan para kyai. Hal ini semakin menumpuk keprihatinan mendalam di kalangan para kyai.[ ]
Lanjutan... (Part III)

0 komentar:

Posting Komentar